ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 29 Maret 2025

Indonesia Gelap:

Pemotongan Anggaran dan Stres Ekonomi di Kalangan Rakyat Kecil

Oleh :

Rizky Samudra

Prodi Psikologi, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Fenomena "Indonesia Gelap" bukan hanya menggambarkan kondisi ekonomi yang memburuk akibat pemangkasan anggaran, tetapi juga dampak psikologis yang ditimbulkan terhadap masyarakat, terutama kelompok ekonomi bawah. Pengurangan anggaran di sektor pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial berdampak luas terhadap stabilitas sosial dan politik. Pemangkasan ini dapat memicu tekanan ekonomi dan psikologis di kalangan rakyat kecil, yang pada akhirnya berkontribusi pada ketidakstabilan politik serta ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Pemotongan anggaran, khususnya dalam bidang pendidikan dan bantuan sosial, berimplikasi langsung terhadap kesejahteraan psikologis individu dan komunitas. Stres ekonomi yang disebabkan oleh ketidakpastian finansial dapat meningkatkan kecemasan dan depresi, terutama bagi mereka yang menggantungkan harapan pada program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan beasiswa (Suyanto & Hadi, 2023). Ketidakpastian ini menurunkan motivasi dan memperburuk kondisi mental pelajar dan mahasiswa. Selain itu, akses yang semakin terbatas terhadap pendidikan dapat memperburuk ketimpangan sosial, meningkatkan perasaan ketidakadilan, dan melemahkan harapan terhadap mobilitas sosial.

Ketidakamanan ekonomi juga berdampak pada kesejahteraan psikologis yang lebih luas. Ketika akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan dan jaminan sosial berkurang, masyarakat mengalami tekanan yang lebih besar untuk bertahan hidup, yang dapat meningkatkan tingkat stres dan ketidakpuasan sosial (Santoso, 2022). Akibatnya, ketidakamanan finansial tidak hanya menurunkan kesejahteraan individu tetapi juga meningkatkan risiko konflik sosial. Ketimpangan ekonomi yang diperparah oleh kebijakan pemotongan anggaran memperbesar jurang sosial dan dapat memicu keresahan serta protes masyarakat (Haryanto, 2023).

Dari perspektif psikologi politik, ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi sering kali menjadi pemicu utama mobilisasi sosial dan gerakan protes. Ketika rakyat kecil merasa kebijakan tidak berpihak kepada mereka, tingkat ketidakpercayaan terhadap pemerintah meningkat, yang berpotensi menyebabkan instabilitas politik. Kepercayaan publik terhadap pemerintah sangat bergantung pada persepsi masyarakat terhadap kebijakan ekonomi yang diterapkan. Ketika kebijakan dianggap tidak adil, dukungan terhadap pemerintah melemah, yang pada akhirnya mengurangi legitimasi politik pemegang kekuasaan (Fukuyama, 2018).

Dengan meningkatnya tekanan ekonomi dan ketidakpuasan sosial, risiko konflik politik juga semakin besar. Masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil lebih cenderung menunjukkan respons berupa ketidakpatuhan sosial dan politik. Oleh karena itu, pemotongan anggaran yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat kecil memiliki konsekuensi luas, tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga psikologis dan politik. Stres ekonomi yang dialami masyarakat akibat kebijakan ini dapat menurunkan kesehatan mental, meningkatkan potensi konflik sosial, dan memperburuk hubungan antara pemerintah dan rakyatnya. Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pemangkasan anggaran dan mencari solusi yang lebih inklusif guna memastikan kesejahteraan rakyat kecil tetap terjaga.

Referensi

Diener, E., & Seligman, M. E. (2004). "Beyond money: Toward an economy of well-being." Psychological Science in the Public Interest, 5(1), 1-31.

Fukuyama, F. (2018). Identity: The demand for dignity and the politics of resentment. Farrar, Straus and Giroux.

Haryanto, A. (2023). "Ketimpangan ekonomi dan dampaknya terhadap stabilitas sosial di Indonesia." Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 18(2), 102-120.

Santoso, D. (2022). "Psikologi kemiskinan dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat." Jurnal Psikologi Sosial, 14(3), 189-210.

Suyanto, B., & Hadi, S. (2023). "Dampak pemotongan anggaran pendidikan terhadap mental mahasiswa di Indonesia." Jurnal Pendidikan dan Psikologi, 21(1), 55-72.