ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 25 Januari 2025
Regulasi Diri untuk Menjaga Keseimbangan antara Tuntutan Belajar dan Kesehatan Mental pada Mahasiswa
Oleh:
Alma Syachrani
Program Studi Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia
Mahasiswa adalah individu yang resmi terdaftar mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi pada tahap perkembangan usia 18 – 30 tahun dan bisa disebut sebagai suatu kelompok di dalam masyarakat yang mendapatkan statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi (Sarwono dalam Herlangga, 2019). Mahasiswa berada di masa transisi remaja menuju dewasa maka akan mengalami berbagai perubahan-perubahan dan konflik yang disebabkan oleh begitu banyaknya tuntutan tugas-tugas di perkembangan mereka serta rawan mengalami berbagai masalah seperti penyalahan narkoba, gangguan makan, depresi bahkan tindakan bunuh diri (Santrock, 2011).
Permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas kuliah salah satunya adalah burnout yaitu keadaan individu mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi, karena stress yang dialami dalam jangka waktu yang cukup lama dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang cukup tinggi (Biremanoe, 2021). Selain burn out, prokrastinasi akademik juga menjadi pengaruh dalam menyelesaikan tugas kuliah. Prokrastinasi merupakan perilaku menunda-nunda pekerjaan yang bisa dialami oleh siapapun. Mahasiswa yang tidak mampu membagi waktunya dengan baik, akan kesulitan dalam mengerjakan semua hal yang sudah menjadi tanggung jawabnya, akibatnya akan banyak pekerjaan ataupun tugas yang harus dikerjakan menjadi tertunda dan menumpuk (Arumsari & Muzaqi, 2016).
Artikel ini akan menjelaskan bagaimana mahasiswa dapat menghadapi permasalahan tuntutan tugas mereka melalui sudut pandang psikologi. Zimmerman (1990) mengatakan bahwa self-regulation sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Selain itu, Zimmerman dalam Pratiwi & Wahyuni (2019) mengemukakan bahwa terdapat tiga bentuk dari regulasi diri diantaranya covert regulation, behavioral regulation, dan environmental regulation. Covert regulation
menunjuk pada pengaturan kognitif dan afektif sehingga mendukung dalam proses pencapaian tujuan. Selanjutnya behavioral regulation menekankan pada pengaturan perilaku yang sekiranya menjadi prasyarat dalam tercapainya suatu tujuan tersebut. Terakhir adalah environmental regulation yang menunjuk pada pengamatan dan pengelolaan lingkungan sebagai support dalam proses pencapaian tujuan.
Zimmerman (1990) mengidentifikasi beberapa aspek yang mendasari pada regulasi diri pada setiap individu, yaitu:
- Metakognitif merupakan kemampuan individu ketika memikirkan untuk merancang atau merencanakan tindakan yang ingin dilakukan.
- Motivasi merupakan faktor penentu dalam tindakan ataupun sebagai serangkaian usaha yang mungkin berasal dari rangsangan luar atau dari individu itu sendiri.
- Tindakan positif merupakan tindakan yang dilakukan individu ketika telah menyeleksi dan menghasilkan perilaku yang dapat diterima masyarakat ataupun sesuai dengan tujuan yang diharapkan, semakin besar dan optimal usaha yang dikerahkan individu maka akan meningkatkan regulasi individu tersebut.
Selain itu, untuk membantu dalam pelaksanaan regulasi diri individu perlu menerapkan beberapa fase seperti fase performance untuk strategi pembelajaran yang dapat diterapkan seperti, membaca buku teks atau belajar dari catatan serta memantau kemajuan pembelajaran sambil menerapkan strategi tersebut dan fase refleksi diri untuk mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan terhadap tugas belajarnya (Maulia, 2023). Dalam prakteknya regulasi diri berkontribusi positif agar individu mampu belajar tidak hanya menerima lingkungannya secara pasif namun juga aktif mengontrol dan mengubah lingkungan dan pemikiran, serta mereka dapat membuat rancangan rencana tindakan untuk mencapai tujuannya sehingga individu dapat mengambil keputusan yang tepat sepanjang pembelajaran dan menjadikan tujuan belajar sebagai fokus utama (Sagitarini et al., 2023). Melalui regulasi diri yang baik diharapkan mahasiswa dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pencapaian mereka secara akademis maupun non akademis, tidak hanya membantu mereka untuk menjaga keseimbangan antara tuntutan akademik dan kesehatan mental namun juga membangunkan kesadaran diri mereka melalui regulasi diri.
Referensi:
Biremanoe, M. E. (2021). BURNOUT AKADEMIK MAHASISWA TINGKAT AKHIR. KoPeN: Konferensi Pendidikan Nasional, 3(2), 165-172.
Herlangga, H. (2019). Hubungan antara regulasi diri dan konformitas dengan adiksi game online pada mahasiswa (doctoral dissertation, universitas muhammadiyah surabaya).
Maulia, D. (2023). Penerapan Regulasi Diri dalam Belajar pada Mahasiswa. In Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling (SMAILING) (Vol. 1, No. 1, pp. 1-12).
Sagitarini, N. M. D., Candiasa, I. M., & Pujawan, I. G. N. (2023). Pengaruh Ketahanmalangan, Regulasi Diri dan Efikasi Diri terhadap Prestasi Belajar Matematika. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan Indonesia, 13(1), 27-43.
Santrock, J.W. (2008). Educational psychology.University of Texas at Dallas, New York : McGraw-Hill International Edition
Pratiwi, I. W., & Wahyuni, S. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulation remaja dalam bersosialisasi. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan SDM, 8(1), 1-11.
Zimmerman, B.J. (1990). Self-regulated learning and academic achievement: An overview. Educational Psychologist, 25(1), 3-17.